Di mana Gus Dur sangat menentang pelarangan orang-orang untuk berkarya. Presiden ke-4 itu juga berhadapan secara langsung dengan Rhoma Irama terkait problematika tersebut.
Di tahun itu, politik elektoral sangat membutuhkan orang-orang dengan popularitas tinggi untuk mengumpulkan masa. Elektoral politik Rhoma Irama kembali aktif bersama dengan Kyai Haji Zainudin MZ, dimana pelantun lagu 'Judi' itu kembali bergabung dengan PPP di bawah pimpinan Suryadarma Ali.
Dari situlah tercetus duet nada dan dakwah antara Zainuddin MZ dan Rhoma itu tercetus. Di tahun 2009, Rhoma Irama berhasil mendorong PPP untuk masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kemudian di tahun 2014, Partai Kesatuan Bangsa (PKB) digadang-gadang mendeklarasikan Rhoma Irama sebagai calon presiden. Rhoma Irama pun menjadi topik pembicaraan publik di Tanah Air.
Namun saat pilpres, PKB justru mendukung Joko Widodo yang dicalonkan dari Partai Demokrasi Indonesia alias PDI. Namun aktivitas politik Rhoma Irama tidak berhenti sampai di situ saja, ia pun membuat partai sendiri yang bernama Partai Islam Damai Aman alias Partai Idaman.
Meskipun telah memperjuangkan partai tersebut itu sampai Mahkamah Konstitusi, dinyatakan tidak bisa mengikuti pemilu. Rhoma Irama pun menggunakan kedekatannya dengan Zulkifli Hasan, ia melakukan merger dengan Partai Amanat Nasional.
Hal tersebut menjadi sebuah butki, bahwa sosok dari musik dangdut juga bisa menghasilkan seorang ikon yang dibutuhkan dalam politik elektoral. Genre musik yang dekat dengan masyarakat kelas bawah itu memiliki potensi besar dalam dinamika politik.