Perjalanan Panjang 'Raja Dangdut' Rhoma Irama di Panggung Politik
Jakarta – Dalam suasana tahun politik menjelang Pemilu 2024, kehadiran sosok "Raja Dangdut" Rhoma Irama kembali menjadi pusat perhatian.
Tidak hanya sebagai figur seni, tetapi juga sebagai tokoh yang memiliki magnet politik yang signifikan.
Jejak panjangnya di panggung politik Indonesia membuktikan bahwa Rhoma Irama bukan hanya satria di dunia musik dangdut, tetapi juga memiliki kisah menarik di kancah politik.
Kunjungan Anies Baswedan ke studio Soneta Record pada 20 Januari 2024, di Cilodong, menandai momen penting dalam dinamika politik menjelang Pemilu 2024. Calon presiden nomor urut 1 ini memilih bertemu dengan Rhoma Irama, mengisyaratkan bahwa magnet politik "Satria Bergitar" masih sangat relevan.
Dalam suasana hangat, Anies Baswedan disambut oleh Bang Haji Rhoma, Forum Silaturahmi Ta’mir Masjid dan Mushalla (Fahmi Tamami), Forsa, dan Persatuan Artis Musik Dangdut Indonesia (PAMDI). Kehadiran Anies memberikan pesan kuat bahwa dunia politik mengakui pengaruh Rhoma Irama sebagai figur yang mampu memengaruhi opini publik.
Rupanya, pejalanan Rhoma Irama di panggung politik tidak hanya baru-baru ini. Pada beberapa tahun silam, sang Raja Dangdut juga mencoba untuk menjadi politikus. Lantas seperti apa kelanjutannya? Berikut ini JagoDangdut sajikan untuk Anda!
Perjalanan Karir Politik Rhoma Irama
- Instagram/rhoma_official
1. Jejak Politik Sejak 1977: Rhoma Irama, Jurkam PPP dan Magnet Suara Dangdut
Rhoma Irama bukanlah pendatang baru di panggung politik Indonesia. Jejaknya sudah terpatri sejak Pemilu 1977, menjadi ajang pesta demokrasi kedua dalam sejarah Orde Baru. Saat itu, Golkar mendominasi dengan melibatkan artis-artis terkenal seperti Edy Soed, Bing Slamet, dan Bucuk Soeharto. Namun, Rhoma Irama memilih jalur berbeda dengan menjadi simpatisan PPP.
Pada masa kampanye Pemilu 1977, Rhoma memulai debutnya sebagai juru kampanye PPP yang dipimpin oleh Djaelani Naro. Dengan lagu-lagu hits dan peran di sejumlah film, Rhoma sukses menarik perhatian masyarakat, membuktikan bahwa magnet politiknya sudah terasa sejak dulu. Peran besar Rhoma juga diakui sebagai salah satu faktor penyebab perolehan suara Golkar kalah dari PPP dalam Pemilu 1977 di Jakarta.
Keterlibatan Rhoma di dunia politik pada masa itu bukan hanya sekadar sebagai simpatisan. Rhoma Irama, dengan kepopulerannya sebagai aktor dan musikus, menjadi suara kritis terhadap pemerintahan represif Presiden Soeharto. Lagu-lagu dangdut ciptaannya, seperti 'Hak Asasi', diinterpretasikan sebagai kritik terhadap kebijakan pemerintah. Akibatnya, Rhoma kerap mendapat ancaman dan bahkan dicekal tampil di TVRI antara tahun 1977 hingga 1988.
2. Peran di MPR dan Caleg Sementara Golkar: Kiprah Rhoma hingga 1997
Setelah mundur dari PPP pada tahun 1987, Rhoma Irama masih terus terlibat dalam dunia politik. Pada periode 1992 hingga 1997, Rhoma menjadi anggota MPR utusan golongan seniman artis. Peran ini membuktikan bahwa Rhoma tidak hanya dikenal sebagai seniman, tetapi juga memiliki keberanian untuk terlibat secara langsung dalam pembentukan kebijakan.
Pada tahun 1996, namanya muncul sebagai calon anggota legislatif sementara nomor urut empat dari Partai Golkar. Meski ini mengejutkan beberapa penggemarnya, Rhoma memiliki alasan tersendiri. Pasca vakum dari dunia politik praktis, Rhoma mengakui terus mengamati peran partai-partai Orde Baru terhadap kemajuan Islam. Golkar, menurutnya, dianggap memiliki andil besar dalam hal tersebut.
Sayangnya, nasib Rhoma Irama sebagai caleg Golkar pada Pemilu 1997 tidak diketahui dengan pasti. Kabar mengenai keterlibatannya dalam dunia politik meredup seiring dengan berakhirnya pemerintahan rezim Orde Baru pada Mei 1998, akibat gerakan reformasi yang melanda Indonesia.
3. Kembali ke PPP, Dukungan pada Pilpres 2014, dan Partai Idaman
Pada tahun 2008, Rhoma Irama kembali mencuri perhatian wartawan politik ketika ia memutuskan untuk kembali ke pangkuan PPP. Keputusannya ini diumumkan bersama dua ustaz terkemuka, Zainuddin MZ dan Noer Muhammad Iskandar Sq, serta Fadil Hasan. Saat itu, Suryadharma Ali, Ketua Umum PPP, menyatakan bahwa Rhoma berikrar untuk membesarkan partai.
Namun, dinamika politik menjelang Pilpres 2014 membuat Rhoma Irama beralih dukungan. Meskipun awalnya digadang-gadang menjadi calon presiden PKB setelah mendapatkan dukungan dari kalangan ulama, Rhoma harus menerima kenyataan bahwa partai belum memutuskan siapa calon presidennya. Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, dengan cepat menangkap peluang ini dan mengajak Rhoma untuk menjadi calon presiden PKB.
Rhoma kemudian menjadi ikon partai, menghadiri sejumlah acara dan memberikan dukungan yang signifikan. Hasilnya, perolehan suara PKB pada Pilpres 2014 meningkat drastis menjadi 11,2 juta (9,04%), dibandingkan dengan 5,15 juta suara (4,95%) pada Pemilu 2009. Namun, meski memberikan kontribusi pada perolehan suara PKB, Muhaimin Iskandar memutuskan untuk mencalonkan pasangan Jokowi-Kalla di Pilpres 2014.
Kekecewaan Rhoma terhadap keputusan ini membuatnya beralih dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2014. Meskipun Prabowo kalah dalam pilpres tersebut, Rhoma tetap mempertahankan posisinya sebagai tokoh yang memiliki pengaruh politik yang signifikan.
4. Pendirian Partai Idaman: Ambisi Politik dan Tantangan
Verifikasi Pada tahun 2015, Rhoma Irama melangkah lebih jauh dengan mendirikan Partai Idaman. Dengan basis penggemar setia dan organisasi Soneta yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, Rhoma yakin bahwa dirinya dapat membentuk partai yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilainya.
Sebagai ketua umum, Rhoma mengangkat anak dan istrinya sebagai pengurus partai. Namun, ambisi politiknya menghadapi tantangan besar saat Partai Idaman tidak lolos verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2019. Meskipun demikian, berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, hingga saat ini, Rhoma masih tercatat sebagai Ketua Umum Partai Idaman.
5. Bergabung ke PAN dan Klaim Kembali ke Golkar: Dinamika Politik 2018-2022
Pada bulan Mei 2018, Rhoma Irama mengumumkan kembali pergerakannya di dunia politik dengan bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN). Meskipun masih tercatat sebagai Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma berdalih bahwa PAN memiliki visi dan misi yang sejalan dengan partainya. Keputusan ini mendapatkan respons positif dari Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, yang menyatakan kebanggaannya menyambut kehadiran Rhoma di partai tersebut.
Selama kontestasi politik 2019, Rhoma dan grup musiknya, Soneta, aktif hadir dalam acara-acara kampanye PAN. Rhoma juga kembali memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Pada bulan Oktober 2018, Rhoma menggelar deklarasi dukungan relawan Rhoma yang dihadiri langsung oleh Prabowo Subianto.
- Kolase Istimewa
Dinamika politik terus berlanjut hingga April 2022, ketika klaim kontroversial muncul. Pada 25 April 2022, Rhoma Irama menghadiri acara buka puasa bersama PKK Kosgoro 1957 yang dihadiri oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Dalam acara tersebut, Airlangga mengklaim bahwa Rhoma, yang pernah berpindah-pindah partai, akhirnya kembali ke Partai Golkar.
Pernyataan Airlangga disambut tepuk tangan dari kader Kosgoro 1957. Rhoma, yang hadir dalam acara tersebut, tidak memberikan komentar mengenai klaim tersebut dan nasib Partai Idaman. Beberapa waktu setelahnya, Airlangga kembali menemui Rhoma di Studio Soneta Record, Depok, membawa kado spesial berupa head gitar untuk sang Raja Dangdut. Pemberian ini diartikan sebagai simbol keberlanjutan hidup dan dukungan dari Airlangga.
6. Pertemuan dengan PPP: Rhoma Masih Cinta dan Rindu Membesarkan Partai
Pertengahan Desember 2022, Rhoma Irama kembali menjadi pusat perhatian saat M. Mardiono, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP, menyambangi studio Soneta Record di Depok, Jawa Barat. Mardiono menyatakan bahwa Rhoma masih mencintai PPP, tetapi membutuhkan waktu untuk mencari cara membesarkan kembali partai tersebut.
"Tadi beliau menyampaikan bahwa memang masih cinta terhadap PPP. Beliau juga akan istikarah mencari cara bagaimana mengembalikan PPP agar besar lagi,” kata Mardiono.
Rhoma Irama, yang juga deklarator Gerakan Pemuda Kabah (GPK), meninggalkan pesan kepada kader GPK agar tetap konsisten mengawal perjuangan PPP dan berperan aktif dalam meningkatkan perolehan suara pada Pemilu 2024. Mardiono berharap agar dukungan Rhoma dapat menjadi dorongan bagi PPP untuk meraih kursi sebanyak mungkin dan memiliki pengaruh dalam pembentukan kebijakan.
Penutup:
Jejak panjang Rhoma Irama di panggung politik Indonesia mencerminkan perjalanan yang penuh warna dan dinamika.
Dari awal karirnya sebagai juru kampanye PPP pada Pemilu 1977 hingga keterlibatannya dalam berbagai partai politik dan pendirian Partai Idaman, Rhoma terus menjadi sosok yang memikat perhatian para politisi dan masyarakat.
Perjalanan politik Rhoma Irama juga mencerminkan dinamika politik Indonesia yang penuh kejutan dan perubahan.
Dukungan yang bergeser dari satu partai ke partai lain, klaim kepulangan ke Golkar, dan pertemuan dengan PPP menunjukkan bahwa peran Rhoma dalam politik tidak pernah surut.
Sebagai seniman dan tokoh politik, Rhoma Irama tetap menjadi sosok yang memiliki pengaruh besar di mata publik.
Dengan segala lika-liku dalam jejak politiknya, Rhoma Irama tetap relevan dan menjadi salah satu magnet suara yang perlu diperhitungkan dalam dinamika politik menjelang Pemilu 2024.