Akhir Kata
Perseteruan antara dua ikon musik dangdut Indonesia, Rhoma Irama dan Inul Daratista, 21 tahun yang lalu, tetap menjadi episodik yang kontroversial dan penuh dinamika dalam sejarah industri musik Tanah Air. Meskipun telah berlalu dua dekade, dampak dari perseteruan ini masih terasa dan memberikan kita banyak pelajaran tentang seni, moralitas, dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap perkembangan musik dangdut.
Sebagai figur yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk citra dangdut Indonesia, Rhoma Irama merasa bahwa gaya dan gerakan Inul Daratista telah melecehkan esensi dangdut yang selama ini telah dibangunnya. Imbauan untuk memboikot Inul Daratista yang diinisiasi oleh Rhoma Irama dan Paguyuban Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) pada tahun 2003 menjadi langkah kontroversial yang memicu perdebatan di masyarakat.
Perseteruan ini semakin memanas ketika Rhoma Irama kembali mengangkat isu goyangan Inul Daratista dalam forum legislatif, yaitu di rapat Komisi VII DPR RI pada tahun 2006. Kritik dari Rhoma Irama terhadap Inul Daratista tidak hanya sebatas pada aspek seni, tetapi juga mencakup elemen moral dan citra bangsa. Perbedaan pandangan ini memunculkan konflik yang mendalam dan menciptakan ketegangan antara dua tokoh penting dalam dunia musik dangdut.
Salah satu momen penting dalam perseteruan ini adalah pertemuan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista di depan media, di mana Inul Daratista mencium tangan Rhoma Irama sebagai tanda perdamaian. Namun, perdamaian tersebut hanya bersifat sementara, dan perseteruan kembali memanas beberapa tahun kemudian. Keterbukaan Inul Daratista untuk berbicara di depan media dan meluruskan fakta yang dianggapnya telah diputarbalikkan mencerminkan keberaniannya untuk membela diri dan menyuarakan perspektifnya.
Melalui perseteruan ini, kita dapat melihat konflik yang melekat pada seni dan budaya. Pertarungan antara tradisionalisme dan inovasi, antara pemeliharaan nilai-nilai moral dan ekspresi seni yang lebih bebas, menciptakan dinamika kompleks dalam evolusi musik dangdut. Perseteruan ini juga mencerminkan dinamika kehidupan di era di mana media massa dan opini publik semakin berpengaruh.
Seiring berjalannya waktu, perseteruan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista mungkin telah mereda, tetapi pesannya tetap relevan. Industri musik dangdut di Indonesia terus berkembang, mengakomodasi berbagai gaya dan eksperimen baru. Pengaruh dari perseteruan ini membawa pemahaman bahwa seni adalah refleksi dari perubahan sosial, dan konflik seringkali muncul sebagai bagian dari perubahan tersebut.