Jakarta – Dekan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismatu Ropi, mengajukan permintaan kepada Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, untuk memperjuangkan musik dangdut agar diakui sebagai warisan dunia.
Permintaan ini disambut baik oleh June Kuncoro Hadiningrat, mantan Konsul Jenderal (Konjen) RI di Karachi, Pakistan. Menurut June, musik dangdut memiliki daya tarik yang akan disukai masyarakat negara-negara Asia, terutama Asia Selatan seperti Pakistan.
Sebagai seseorang yang pernah dekat dengan budaya Bollywood, June meyakini bahwa masyarakat Pakistan akan menyukai dangdut karena dua faktor.
"Sebagai orang yang terekspos budaya Bolywood dari dekat, orang Pakistan akan menyukai dangdut karena dua hal: Pertama, mereka suka musik dan tarian, terutama musik yang berirama Asia Selatan apalagi kalau menggunakan lirik bahasa Urdu atau bahasa daerah mereka" ungkap June, yang juga merupakan penggemar dangdut sejak masa sekolah dasar dan menyukai karya-karya Haji Rhoma Irama.
Menurut June, kesamaan antara dangdut dan musik Pakistan juga terlihat dalam ketukan tabla yang riang, yang menggambarkan kehidupan keseharian, percintaan, hingga isu sosial dan agama. Musik, kata June, sering kali menjadi wadah bagi masyarakat Pakistan untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap pemerintah atau kebijakan tertentu.
"Karena itu saya mendukung langkah UIN meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendorong dangdut menjadi warisan dunia," tambahnya.
Harapan Besar UIN dan Dukungan Penuh untuk Dangdut
- Berbagai Sumber
Ismatu Ropi sebelumnya menyampaikan harapan agar musik dangdut bisa diakui sebagai warisan budaya dunia. Pada acara ulang tahun ke-62 Fakultas Ushuluddin, yang menghadirkan diskusi bersama Haji Rhoma Irama, Ismatu mengungkapkan bahwa dangdut bukan hanya musik, tetapi juga bagian penting dari identitas bangsa.
"Bagian dari keinginan kita, di UIN Jakarta, di fakultas Ushuluddin untuk menjadikan dangdut sebagai salah satu warisan dunia takbenda (Intagible Culture Heritage), dan harapan kami nanti, bapak Menteri Kebudayaan yang baru, Fadli Zon, bisa mendengar harapan ini," ujar Ismatu.
Ismatu mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mewujudkan pengakuan dangdut di tingkat internasional. Ia menegaskan bahwa musik, termasuk dangdut, adalah bahasa universal yang mampu membuka ruang spiritualitas dan membawa pesan positif. “Contohnya, Haji Rhoma Irama, ikon dangdut Indonesia yang selalu menyisipkan pesan moral dalam setiap lagunya,” ujarnya.
Rhoma Irama dan Semangat Dakwah lewat Musik
- YouTube/Rhoma Irama Official
Rhoma Irama juga berbicara mengenai alasan spiritualnya dalam merombak aliran bermusik. Dengan membawa misi yang lebih religius, Rhoma dan grup Soneta memutuskan untuk menjauhi alkohol, pergaulan bebas, dan perjudian. Langkah ini merupakan “revolusi iman” yang dilakukan Rhoma, terutama sejak mendeklarasikan Soneta sebagai Voice of Moslem pada 13 Oktober 1973.
“Saat itu, agama dan musik itu ada jurang pemisah yang luar biasa. Dakwah saya pertama kali adalah ucapan Assalamu Alaikum, saat itu tidak ada pertunjukan musik atau politik ucapan salam. Itulah jihad saya pertama yang saya ucapkan pertama kali di Ancol dan melayang sendal dan dilempari lumpur oleh penonton.” kenang Rhoma Irama, menceritakan momen ketika ia dilempari sandal dan lumpur oleh penonton karena perubahan pendekatannya.
Sejak deklarasi itu, seluruh personel Soneta berkomitmen untuk menjalankan hidup yang lebih religius. Voice of Moslem menjadi alat dakwah Soneta yang mengusung nilai-nilai positif dalam musik dangdut, mengubah persepsi publik tentang musik dan agama di Indonesia.
Perjuangan ini tidak hanya menjadikan Rhoma sebagai raja dangdut, tetapi juga simbol semangat dakwah melalui musik yang hingga kini terus memberi pengaruh besar bagi masyarakat.