Jakarta – Syam Permana, seorang maestro pencipta lagu dangdut asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, harus menelan kenyataan pahit di masa tuanya.
Meski pernah berjaya di dunia musik dengan menciptakan lagu-lagu hits untuk pedangdut ternama, kini ia harus mengamen untuk bertahan hidup.
Di usianya yang menginjak 64 tahun, Syam bersama keluarganya bergantung pada pendapatan dari mengamen di sekitar Kota Sukabumi. Seperti apa kelanjutannya? Berikut ini JagoDangdut sajikan untuk Anda!
Ciptakan Lagu Dangdut untuk Pedangdut Terkenal
- Instagram @inul.d
Karier Syam di industri musik dimulai pada tahun 1981. Saat itu, ia mengirimkan lagu-lagu ciptaannya ke produser musik dan beruntung lagunya diterima. Salah satu lagu terkenalnya adalah “Terima Kasih,” yang ia ciptakan bersama Yongki RM untuk Inul Daratista.
Namun, kehidupan tidak selalu berjalan mulus bagi Syam. Sebelum bergabung dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI), ia hanya mendapatkan uang di awal pembuatan lagu dan tidak menerima royalti dari karyanya.
Syam mengingat bagaimana ia menjual lagu “Biarkan Ku Sendiri” dan “Mengapa Terjadi” seharga Rp15.000 per lagu pada tahun 1982. Meski terasa sedikit saat itu, Syam merasa bahagia karena karyanya diakui.
Setelah mengalami masa-masa kejayaan di Ibu Kota, krisis moneter yang melanda Indonesia memaksanya kembali ke kampung halamannya di Sukabumi. Di sana, ia tetap menciptakan lagu meskipun keadaan ekonominya semakin sulit.
Bergabung dengan KCI membuka sedikit harapan bagi Syam. Lagu-lagu yang didaftarkannya memberinya royalti tahunan, meski jumlahnya tidak pasti. Sebagai contoh, pada tahun 2002, ia menerima Rp3 juta dari lagu yang dinyanyikan oleh Inul Daratista.
Namun, pada tahun 2024, ia hanya menerima royalti lagu sebesar Rp125.000, disusul tambahan Rp250.000 setelah dua bulan, dan tahun sebelumnya hanya Rp400.000.
Meski royalti yang diterima kecil, Syam tetap bangga ketika mendengar lagu-lagu ciptaannya diputar di radio. Radio adalah satu-satunya hiburan di rumahnya. Setiap kali mendengar lagu karyanya, perasaan bangga mengalir dalam dirinya, meski tak jarang ia meratapi nasibnya yang tak berubah.
"Lagu ciptaan masih suka didengerin, perasaan bangga masih dinyanyiin, masih diterima," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Jadi Pengamen Demi Bertahan Hidup
- -
Kini, Syam tinggal bersama istri dan dua anaknya yang masih duduk di bangku SMA dan SMP di sebuah rumah sederhana di Kampung Babakan Jawa, Sukabumi.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Syam dan istrinya terpaksa mengamen. Mereka tidak melakukannya setiap hari, melainkan hanya saat cuaca bersahabat dan kondisi fisik memungkinkan. Biasanya, Syam mengamen selepas zuhur bersama istrinya dan anak bungsunya.
Syam dan keluarganya berjalan kaki sepanjang 10 hingga 15 kilometer setiap hari untuk mengamen. Mereka menyusuri toko-toko dan rumah makan di sekitar Sukabumi, menyanyikan lagu-lagu yang diiringi gitar. Dari hasil mengamen, Syam mendapatkan Rp50.000 hingga Rp100.000 per hari. Meski hasilnya tidak seberapa, ia terus berjuang demi keluarganya.
Perjalanan hidup Syam Permana adalah kisah tentang seniman besar yang pernah berjaya, namun kini harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Meski demikian, semangatnya dalam berkarya tidak pernah padam, dan ia tetap berharap bisa memberikan yang terbaik bagi keluarga dan dunia musik yang dicintainya.