Ponorogo – Seorang penyanyi dangdut asal Ponorogo berinisial IF (29) ditangkap oleh Polres Ponorogo karena terlibat dalam sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus rekrutmen Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Australia.
Dalam kasus ini, IF yang sedang hamil delapan bulan ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini ditahan untuk kepentingan penyidikan.
Kapolres Ponorogo, AKBP Wimboko, menjelaskan bahwa IF berperan langsung dalam merekrut korban melalui pendekatan secara personal.
“Pelaku ini yang membuka lowongan dan menawarkan pekerjaan di luar negeri, khususnya Australia, kepada para korban. Ia terlibat langsung dalam proses rekrutmen yang dilakukan secara informal melalui komunikasi dari mulut ke mulut,” kata Wimboko, Kamis (22/6/2023).
Modus dan Kerugian Korban
- -
Kasus ini terungkap setelah polisi melakukan penyidikan yang menunjukkan bahwa IF telah menjalankan aksinya sejak April hingga Juni 2023. Dalam rekrutmen tersebut, IF meminta sejumlah uang kepada calon korban dengan alasan untuk mengurus berbagai dokumen seperti paspor, visa, cek kesehatan, hingga ijazah S1. Biaya yang diminta bervariasi, mulai dari Rp90 juta hingga Rp120 juta per orang.
“Dua korban melaporkan bahwa mereka dijanjikan bekerja di Australia dengan gaji Rp30 juta per bulan. Namun, sebelum itu mereka harus membayar sejumlah uang untuk mengurus dokumen,” ungkap Wimboko mengutip laporan dari Antara.
Dalam kurun waktu tiga bulan, IF berhasil menipu lima korban dengan total kerugian mencapai Rp350 juta. Korban-korban tersebut menyerahkan uang mereka dengan harapan bisa bekerja di Australia, namun janji tersebut tidak pernah terealisasi.
Kasat Reskrim Polres Ponorogo, AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, menambahkan bahwa IF tidak memiliki perusahaan penyalur tenaga kerja yang sah. IF mengaku sebagai pemilik PT Bina Muda Cendikia, yang beralamat di Bangkalan, Madura, namun perusahaan tersebut ternyata fiktif. Selain itu, IF hanya berprofesi sebagai penyanyi elektone, bukan sebagai penyalur resmi tenaga kerja.
“Selain dugaan TPPO, kami juga tengah mendalami apakah tersangka juga terlibat dalam pemalsuan ijazah. Karena salah satu daya tarik penipuannya adalah pembuatan ijazah palsu sebagai syarat bekerja di Australia,” jelas Nikolas.
Tersangka IF dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika terbukti bersalah, IF dapat dijatuhi hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp120 juta.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.