Jakarta – Sebuah kisah kontroversial di dunia musik dangdut Indonesia terjadi 21 tahun yang lalu antara Raja Dangdut Rhoma Irama dan Inul Daratista yang dikenal dengan Goyang Ngebor.
Dalam perseteruan yang meninggalkan jejak kontroversi dan perdebatan di antara penggemar dan masyarakat.
Bagi yang masih penasaran, berikut ini JagoDangdut akan mengungkap rahasia di balik perseteruan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista.
Inul Daratista di Panggung Hiburan Tanah Air
- Inul Daratista IG
Sebelum kita menelusuri perseteruan Rhoma Irama dan Inul Daratista, mari kita kembali pada masa kejayaan Inul Daratista di panggung musik dangdut Indonesia.
Ia muncul sebagai ikon kontroversial dengan album-album sensasionalnya pada tahun 90-an, seperti "Masa Lalu," "Goyang Inul," dan "Kebelet." Gaya panggung yang provokatif dan lagu-lagu berirama enerjik menciptakan gelombang baru dalam industri musik dangdut, mengubah pandangan masyarakat terhadap genre ini.
Meskipun menuai kontroversi, Inul Daratista dengan berani mengukuhkan dirinya sebagai sosok yang membawa warna baru dalam dunia dangdut.
Album "Masa Lalu" yang dirilis pada tahun 1998 menjadi tonggak penting dalam karier Inul Daratista. Goyangan kontroversial "Goyang Inul" dan lagu utama "Masa Lalu" membawa gelombang baru ke panggung dangdut.
Meskipun perdebatan memanas di masyarakat, popularitas penyanyi dangdut Inul Daratista terus melonjak, membuktikan bahwa keberanian dan kreativitasnya dapat menciptakan tren baru.
Pada tahun 2000, Inul Daratista merilis album "Goyang Inul," mengukuhkan reputasinya sebagai "Ratu Goyang." Lagu-lagu seperti "Buaya Buntung" dan "Arjunanya Buaya" menciptakan fenomena baru dalam musik dangdut. Meskipun dikecam oleh sebagian kalangan, Inul Daratista terus tampil dengan semangat dan energi, membuktikan bahwa seni dan kontroversi bisa menjadi pasangan yang tak terpisahkan.
Penyebab Perseteruan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista
- Instagram @rhoma_official
Pada tahun 2003, Rhoma Irama, sebagai figur penting dalam dunia dangdut, mengambil sikap tegas terhadap gaya dan gerakan Inul Daratista.
Bersama teman-temannya di Paguyuban Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI), Rhoma Irama mengeluarkan imbauan agar stasiun televisi memboikot Inul Daratista. Rhoma Irama menganggap bahwa goyangan Inul telah merusak citra dangdut yang selama ini dibangunnya.
Konflik semakin memuncak ketika Rhoma Irama menyuarakan keberatannya terhadap Inul Daratista di rapat Komisi VII DPR RI pada tahun 2006. Rhoma Irama mengungkit kembali kontroversi goyangan Inul, menyebutnya merusak citra bangsa. Inul Daratista hadir dan mencoba mencari jalan keluar, namun suasana menjadi semakin tegang.
"Mbak inul dengan kerendahan hati saya mengingatkan jujurlah pada diri mbak sendiri. Apa yang terjadi di Soneta Record lantai atas yang tidak disaksikan media tapi ada saksi mbak del, ada pak awang, pak alex alm juga ada kalau ga salah... mbak memutarbalikkan fakta di depan media," tuturnya.
Pada suatu momen, Inul Daratista mencium tangan Rhoma Irama sebagai tanda perdamaian di depan media. Namun, perdamaian tersebut hanya bersifat sementara. Tiga tahun kemudian, perseteruan antara keduanya kembali muncul. Dalam rapat Komisi VII DPR RI, Rhoma Irama kembali mengungkit kontroversi goyangan Inul. Suasana menjadi tidak enak, dengan interupsi dari anggota DPR yang berusaha mencegah penilaian yang terlalu keras terhadap Inul Daratista.
Dalam konfrontasi di hadapan media, Inul Daratista dengan mata sembabnya meluruskan segala tuduhan yang menghantui masa lalunya dengan Rhoma Irama. Ia menegaskan bahwa goyangannya hanyalah ekspresi seni dan motivasi, bukan upaya untuk merusak citra dangdut. Dalam pembelaannya, Inul Daratista meminta agar jujur pada dirinya sendiri dan menegaskan bahwa ada fakta yang telah diputarbalikkan.
"Saya luruskan bahwa itu tidak terjadi apa-apa pada diri saya, itu sekadar motivasi dan omongan saya yang lagi tulis, saya nggak nyebut nama, jadi ya jangan ada yang tersinggung," ujar Inul Daratista.
Seiring berjalannya waktu, perseteruan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista mungkin telah mereda, namun impaknya tetap membekas dalam sejarah dangdut Indonesia. Kisah kontroversial ini menggambarkan dinamika kompleks antara seni, moralitas, dan pandangan masyarakat. Meskipun terjadi dua dekade lalu, perseteruan ini tetap relevan sebagai cermin dari perubahan dan tantangan dalam industri musik dangdut tanah air.
Akhir Kata
Perseteruan antara dua ikon musik dangdut Indonesia, Rhoma Irama dan Inul Daratista, 21 tahun yang lalu, tetap menjadi episodik yang kontroversial dan penuh dinamika dalam sejarah industri musik Tanah Air. Meskipun telah berlalu dua dekade, dampak dari perseteruan ini masih terasa dan memberikan kita banyak pelajaran tentang seni, moralitas, dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap perkembangan musik dangdut.
Sebagai figur yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk citra dangdut Indonesia, Rhoma Irama merasa bahwa gaya dan gerakan Inul Daratista telah melecehkan esensi dangdut yang selama ini telah dibangunnya. Imbauan untuk memboikot Inul Daratista yang diinisiasi oleh Rhoma Irama dan Paguyuban Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) pada tahun 2003 menjadi langkah kontroversial yang memicu perdebatan di masyarakat.
Perseteruan ini semakin memanas ketika Rhoma Irama kembali mengangkat isu goyangan Inul Daratista dalam forum legislatif, yaitu di rapat Komisi VII DPR RI pada tahun 2006. Kritik dari Rhoma Irama terhadap Inul Daratista tidak hanya sebatas pada aspek seni, tetapi juga mencakup elemen moral dan citra bangsa. Perbedaan pandangan ini memunculkan konflik yang mendalam dan menciptakan ketegangan antara dua tokoh penting dalam dunia musik dangdut.
Salah satu momen penting dalam perseteruan ini adalah pertemuan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista di depan media, di mana Inul Daratista mencium tangan Rhoma Irama sebagai tanda perdamaian. Namun, perdamaian tersebut hanya bersifat sementara, dan perseteruan kembali memanas beberapa tahun kemudian. Keterbukaan Inul Daratista untuk berbicara di depan media dan meluruskan fakta yang dianggapnya telah diputarbalikkan mencerminkan keberaniannya untuk membela diri dan menyuarakan perspektifnya.
Melalui perseteruan ini, kita dapat melihat konflik yang melekat pada seni dan budaya. Pertarungan antara tradisionalisme dan inovasi, antara pemeliharaan nilai-nilai moral dan ekspresi seni yang lebih bebas, menciptakan dinamika kompleks dalam evolusi musik dangdut. Perseteruan ini juga mencerminkan dinamika kehidupan di era di mana media massa dan opini publik semakin berpengaruh.
Seiring berjalannya waktu, perseteruan antara Rhoma Irama dan Inul Daratista mungkin telah mereda, tetapi pesannya tetap relevan. Industri musik dangdut di Indonesia terus berkembang, mengakomodasi berbagai gaya dan eksperimen baru. Pengaruh dari perseteruan ini membawa pemahaman bahwa seni adalah refleksi dari perubahan sosial, dan konflik seringkali muncul sebagai bagian dari perubahan tersebut.
Perseteruan Rhoma Irama vs Inul Daratista menjadi bagian dari perjalanan ini, menandai titik penting dalam sejarah musik dangdut Indonesia yang terus berkembang dan menantang norma-norma yang ada. Sebuah cerita yang, meskipun telah berusia dua dekade, tetap menjadi titik diskusi yang penting dalam menggali esensi dari seni dan bagaimana kita menyikapinya dalam konteks yang terus berubah.