Diulas Majalah Bergengsi The Economist, Ternyata Ini Alasan Musik Dangdut Populer di Indonesia - JagoDangdut

Diulas Majalah Bergengsi The Economist, Ternyata Ini Alasan Musik Dangdut Populer di Indonesia

Guyon Waton di Kangen Joget Karanganyar
Share :

Jakarta – Dangdut yang merupakan genre musik khas Indonesia, telah mencuri perhatian majalah bergengsi dunia, The Economist.

Dalam artikel The Economist berjudul "To Muslim zealots' dismay, Indonesians love raunchy dangdut music," yang dirilis pada tahun 2018 silam majalah tersebut mengeksplorasi fenomena dangdut di Indonesia.

Berikut ini JagoDangdut akan sajikan enam alasan mengapa musik dangdut ini begitu menarik di mata publik, khususnya di Indonesia versi The Economist.

Pengaruh Musik Dangdut di Indonesia

Rhoma Irama dan Soneta Group
Foto :
  • Instagram/rhoma_official

Musik dangdut adalah salah satu genre musik yang sangat populer di Indonesia. Musik ini berasal dari musik Melayu yang berkembang pada tahun 1950 hingga 1960-an, dengan rata-rata lirik lagunya bertema akan percintaan.

Musik dangdut banyak dipengaruhi oleh unsur musik Hindustan (India Utara), Melayu, dan Arab. Pengaruh dari ketiga unsur genre musik tersebut secara tidak langsung menciptakan genre musik “baru”, yakni musik dangdut.

Musik India mempunyai unsur utama berupa tabuhan gendang, sementara suara cengkok penyanyi adalah unsur utama dari musik Melayu.

Kata dangdut berasal dari bunyi alat musik tabla yang kala itu sering menjadi alat musik pengiring, berupa “tak, tung, dang, dan dut ”. Nah, kata “ dang ” dan “ dut ” kemudian menjadi terminologi baru untuk menyebut Orkes Melayu.

Istilah "dangdut" sendiri berasal dari suara permainan alat musik India, tabla. Seiring berjalannya waktu, genre ini berkembang dan menciptakan berbagai subgenre, seperti dangdut house, rock-dut, pop-dangdut, dan dangdut koplo yang sedang naik daun.

Meskipun tidak semua orang Indonesia menyukai dangdut, genre musik ini telah menjadi bagian integral dari kebudayaan musik di negara tersebut. Dangdut tidak hanya diakui sebagai bentuk seni, tetapi juga sebagai cerminan dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dari pasar tradisional hingga kota-kota besar, musik dangdut mengisi berbagai acara dan merasuki keberagaman budaya Indonesia.

Hingga kini, Dangdut tetap relevan dalam industri musik Indonesia. Penyanyi-penyanyi muda terus mengadopsi elemen-elemen Dangdut ke dalam karya-karya mereka, menciptakan paduan antara tradisi dan modernitas. Dangdut tidak hanya sekadar musik; ia menjadi bagian vital dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Perkembangan musik dangdut di Indonesia terus berlanjut hingga saat ini. Musik dangdut telah mengalami pemodifikasian entah dari alat musik ataupun aransemen yang ada.

Alat musik tradisional seperti gendang dan ukulele dikolaborasikan dengan alat musik modern seperti bass dan gitar. Aransemen yang digunakan dimodifikasi pula, tidak lagi hanya dangdut klasik namun kini dangdut digabungkan dengan pop serta koplo.

Dangdut saat ini telah terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.

Alasan Dangdut Diulas The Economist

gendang alat musik dangdut
Foto :
  • Berbagai Sumber

1. Budaya Sawer ke Biduan Dangdut

Pria Mirip Jokowi Nyawer Biduan
Foto :
  • Twitter

Salah satu aspek menarik yang diulas oleh The Economist adalah budaya sawer di konser-konser dangdut di Indonesia. Dalam beberapa daerah, acara musik dangdut selalu diiringi dengan aksi penonton yang memberikan uang kepada penyanyi dangdut di atas panggung. Fenomena ini dianggap oleh majalah sebagai bentuk dukungan finansial yang mirip dengan tradisi memberikan uang kepada penari striptis di Barat. Selain menciptakan atmosfer kebersamaan, budaya sawer ini juga menjadi sumber pendapatan tambahan bagi para penyanyi.

2. Penampilan yang Memikat

Happy Asmara
Foto :
  • YouTube

Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum Muslim, The Economist mencatat bahwa ada paradoks dalam penampilan para penyanyi dangdut. Artikel tersebut menyoroti fakta bahwa meskipun Indonesia menganut nilai-nilai konservatif, beberapa penyanyi dangdut tetap tampil dengan busana ketat dan serba mini. Ini menciptakan dinamika menarik antara tradisi dan modernitas, di mana penampilan visual menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar dangdut.

3. Goyangan Dangdut yang Khas

Dewi Perssik Goyang patah-patah
Foto :
  • instagram: @dewiperssik9

Goyangan para penyanyi dangdut menjadi salah satu poin fokus yang menarik dalam artikel The Economist. Fenomena ini mencakup variasi gaya goyangan yang menjadi ciri khas para penyanyi, seperti goyangan ngebor yang pernah kontroversial di masa lalu. Bahkan, beberapa penyanyi dangdut bahkan menggunakan ular sebagai bagian dari penampilan mereka, menambah unsur kejutan dan kontroversi yang selalu menarik perhatian penonton.

4. Popularitas Dangdut di Kalangan Masyarakat Indonesia

NDX AKA di Kendal
Foto :
  • Instagram/ndxakatv

Dalam artikel digitalnya, The Economist merinci hasil jajak pendapat yang menunjukkan sejauh mana popularitas dangdut di kalangan masyarakat Indonesia. Data menunjukkan bahwa 58% orang Indonesia menganggap dangdut sebagai musik favorit mereka, sementara 31% memilih musik pop. Analisis ini memberikan gambaran tentang sejauh mana pengaruh dangdut dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan bagaimana musik ini meresap ke berbagai lapisan sosial.

5. Pemanfaatan Dangdut dalam Politik

Rekam Jejak Raja Dangdut Rhoma Irama di Panggung Politik
Foto :
  • Kolase Istimewa

Dangdut bukan hanya sekadar bentuk hiburan; musik ini juga sering dimanfaatkan dalam arena politik. The Economist menyoroti keterlibatan penyanyi dangdut dalam kampanye pemilihan kepala daerah. Mereka mencatat bahwa musik dangdut, yang dikenal sebagai musik yang merakyat, sering dijadikan alat kampanye untuk menarik simpati pemilih. Penyanyi dangdut diundang untuk menjadi bintang tamu dalam acara-acara kampanye suatu partai, menciptakan hubungan yang erat antara musik dan politik di Indonesia.

6. Ajang Pencarian Bakat Dangdut di Televisi

Heboh! Keseruan Acara Puncak Konser Kemenangan Koplo Superstar
Foto :
  • ANTV Official

The Economist menyoroti fenomena ajang pencarian bakat penyanyi dangdut di televisi swasta Indonesia. Ajang-ajang ini menjadi bagian dari transformasi citra dangdut dalam masyarakat. Dengan produksi yang megah, panggung yang mewah, dan penataan kostum yang lebih santun, ajang pencarian bakat ini membantu mengubah stigma negatif terhadap dangdut. Para kontestan didandani dengan penuh gaya, menggunakan baju yang mewah dan santun, menciptakan citra yang lebih positif dan profesional untuk musik dangdut.

Dangdut dalam Perspektif Global

Grand Final Koplo Superstar, Nada Garut Jadi Juara Raih Rp 100 Juta!
Foto :
  • ANTV Official

Seiring dengan meningkatnya perhatian internasional terhadap budaya Indonesia, terutama dalam bidang musik, The Economist memberikan perspektif global terhadap popularitas dangdut.

Majalah tersebut menunjukkan bahwa fenomena ini tidak hanya menciptakan dampak di tingkat lokal, tetapi juga menarik perhatian dunia internasional terhadap kekayaan musik dan kebudayaan Indonesia.

Kesimpulan

Dalam era globalisasi ini, keberadaan dangdut tidak lagi terbatas pada batas geografis Indonesia. Artikel The Economist mencerminkan pengakuan bahwa dangdut bukan hanya sekadar genre musik lokal; ini adalah ekspresi seni yang menarik bagi masyarakat di seluruh dunia. Melalui artikelnya, majalah ini tidak hanya memberikan ekspos mendalam tentang fenomena ini di Indonesia, tetapi juga membantu mengangkat citra dangdut ke panggung internasional.

Perhatian terhadap budaya dangdut bukan hanya tentang lagu dan tarian, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat dapat mengapresiasi kekayaan seni dan tradisi dari suatu negara. Dangdut bukan hanya sebuah genre musik; ini adalah identitas, warisan budaya yang mengikat orang-orang Indonesia dengan keunikan dan kebanggaan. The Economist, dengan memberikan perhatian pada dangdut, mengakui bahwa seni musik ini memegang peran kunci dalam menggambarkan kayaan budaya Indonesia di mata dunia.

Terlebih lagi, kesimpulan ini dapat dihubungkan dengan pandangan lebih luas tentang bagaimana musik, sebagai bentuk seni universal, dapat menjadi jembatan antarbudaya. Dangdut, dengan akarnya yang melibatkan unsur India, Melayu, dan Arab, membuktikan bahwa musik dapat menjadi sarana untuk memahami dan merayakan perbedaan budaya. Dalam konteks ini, popularitas dangdut dapat dilihat sebagai langkah menuju pemahaman yang lebih baik antara masyarakat Indonesia dan dunia luar.

Selain itu, artikel ini menunjukkan bahwa dangdut tidak hanya diterima sebagai musik populer, tetapi juga diakui sebagai elemen penting dalam dinamika sosial dan politik Indonesia. Keterlibatan musik dangdut dalam kampanye politik dan acara publik menunjukkan bahwa ini bukan hanya fenomena hiburan semata, tetapi juga memiliki daya pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Sebagai penutup, popularitas dangdut yang diulas oleh The Economist menciptakan narasi baru tentang bagaimana dunia melihat Indonesia. Ini bukan hanya tentang melodi dan lirik, tetapi tentang sejauh mana seni musik dapat membuka pintu ke pemahaman yang lebih dalam tentang suatu budaya. Dengan demikian, artikel tersebut memberikan landasan untuk memahami bagaimana kekayaan budaya, terutama melalui medium musik, dapat menjembatani kesenjangan dan membangun hubungan yang lebih kuat di panggung global. Dangdut, dengan semua keunikan dan kontroversinya, membawa Indonesia ke dalam sorotan dunia, merangkul keberagaman dengan nada musikalnya yang khas.

Share :
Berita Terkait