Penyanyi Dangdut Tak Terlepas dari Seksisme, Mengapa Demikian? - JagoDangdut

Penyanyi Dangdut Tak Terlepas dari Seksisme, Mengapa Demikian?

Pedangdut Dewi Perssik Guncangkan Panggung Pasar Musik
Share :

Jakarta – Industri dangdut di Indonesia selalu menjadi sorotan, terutama dalam konteks seksisme.

Bagaimana para penyanyi dangdut menghadapi ketidaksetaraan gender dan bagaimana masyarakat merespons atraksi mereka di atas panggung telah menjadi topik hangat untuk diperdebatkan.

Meskipun suara, cekok, dan goyangan menggoda mereka telah membantu mereka meraih popularitas dan bertahan hidup dalam industri ini, terdapat pertanyaan tetap muncul apakah ini hanya hiburan atau bentuk pelecehan seksual terhadap para penyanyi dangdut?

Biduan Sering Dikaitkan Seksisme?

Via Vallen
Foto :
  • https://www.instagram.com/viavallen/

Musik dangdut adalah bagian integral dari identitas budaya Indonesia. Genre musik ini identik dengan pukulan tabla atau gendang yang dipengaruhi oleh musik India klasik dan Bollywood. Popularitasnya melejit ketika Raja Dangdut, Rhoma Irama, menjadi terkenal pada tahun 1968. Namun, industri ini juga menjadi medan pertempuran melawan seksisme.

Seksisme dalam konteks ini bukan hanya sebatas penilaian dan stereotip terhadap penyanyi dangdut. Hal ini juga mencakup perilaku negatif yang terkait dengan seksualitas mereka.

Meskipun atraksi mereka sering dianggap sebagai hiburan semata, ketidaksetaraan gender dalam industri dangdut tidak dapat diabaikan.

Menurut Uli Pangaribuan, Koordinator Pelayanan Hukum dari Lembaga Badan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta, para penyanyi dangdut memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.

Mereka adalah pekerja yang harus dihargai dan dihormati. Uli menekankan bahwa pemantik kasus pelecehan bukanlah cara berpakaian penyanyi, melainkan perilaku predator seksual yang patut disalahkan.

Penyanyi dangdut tidak boleh dicap sebagai objek pelecehan hanya karena mereka menampilkan atraksi yang sensual di atas panggung.

Menurut Uli, pandangan bahwa cara berpakaian perempuan adalah pemicu pelecehan seksual adalah sebuah mitos. Fokus seharusnya pada pendidikan dan penghormatan terhadap perempuan, bukan pada pakaian yang mereka kenakan.

Ketika membicarakan seksisme dalam industri dangdut, penting untuk memahami bahwa hak-hak dasar dan penghargaan terhadap perempuan tidak boleh dikorbankan demi hiburan panggung.

Pertunjukan mereka bukan undangan untuk melecehkan atau memperlakukan mereka dengan tidak hormat.

Industri dangdut, sebagaimana halnya industri musik lainnya, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan dan menghormati martabat manusia di atas segalanya.

Saatnya menyadari bahwa keadilan dan penghargaan terhadap perempuan adalah hak asasi manusia yang tidak dapat ditawar.

Share :
Berita Terkait