Jakarta – Pemilihan calon anggota legislatif tahun 2024 di Indonesia telah menunjukkan tren yang menarik, yakni banyaknya artis yang diusung oleh partai politik.
Dari penyanyi hingga pemain sinetron, berbagai figur publik memutuskan terjun ke dunia politik melalui partai-partai yang berbeda.
Namun, terdapat pertanyaan mengenai hal tersebut, apakah ini menandakan kekurangan kader di partai politik, ataukah hanya sekadar strategi untuk mendapatkan suara?
Partai politik seperti PAN, yang memimpin dengan mengusung nama-nama artis seperti Eksanti, Selvi Kitty, dan Richie Five Minutes, serta PKB yang melibatkan Norman Kamaru dan Iyeth Bustami, telah menyaksikan deretan artis yang masuk dalam jajaran calon legislatif.
Demikian pula dengan PDIP, yang memiliki caleg seperti Rano Karno, Krisdayanti, dan komedian Denny Cagur. Namun, kehadiran artis-artis ini dalam dunia politik menuai kontroversi.
Fenomena Artis Terjun ke Politik
- Instagram/dennycagur
Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Research dan Consulting, melihat fenomena ini sebagai tanda bahwa partai politik menggunakan artis-artis ini semata-mata sebagai mesin pengumpul suara atau "vote getter".
Menurutnya, partai-partai yang tidak mampu melalui proses kaderisasi yang matang menggunakan artis sebagai cara mudah untuk mendapatkan dukungan. Namun, ia juga mempertanyakan kontribusi nyata yang bisa diberikan oleh para artis ini kepada masyarakat.
"Artis sebetul-nya bagian dari mesin pengumpul suara atau vote getter. Jadi rata-rata partai cari aman, mereka yang selama ini tidak terlibat dalam proses kaderisasi yang matang, tiba-tiba masuk bursa caleg dan jadi (berhasil menjadi anggota legislatif -red). Padahal kalau kita tanya, apa kontribusinya, nggak ada, kecuali partai memanfaatkannnya sebagai mesin pengumpul suara," bebernya.
Menurut Pangi, artis-artis ini tidak memiliki keterlibatan sebelumnya dalam partai politik dan tiba-tiba masuk dalam bursa calon legislatif. Ia memandang fenomena ini sebagai komoditas politik semata, tanpa adanya kontribusi riil atau rekam jejak yang signifikan dalam partai politik.
"Padahal di partai itu kan harus terlibat dulu, aktif di partai, punya rekam jejak di partai dan punya kontribusi baru bisa menjadi caleg," ujarnya.
Pertanyaannya, apakah tren ini hanya akan membawa dampak negatif bagi sistem politik dan demokrasi Indonesia? Apakah partai politik akan mengalami kesulitan memunculkan kader-kader berkualitas jika mengandalkan artis sebagai caleg? Ataukah ini merupakan langkah awal untuk membuka pintu bagi masyarakat umum yang berbakat untuk terlibat dalam politik?
Pertarungan calon anggota legislatif tahun 2024 nampaknya tidak hanya tentang partai politik dan artis, tetapi juga tentang keberlanjutan dan kualitas demokrasi Indonesia. Tantangan ini akan membutuhkan pertimbangan matang dan diskusi mendalam dalam rangka memperkuat sistem politik Indonesia agar lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat.