Jakarta – Tessa Mariska, mantan penyanyi dangdut yang kini menjadi suara kritis dalam ranah politik, telah mengangkat isu penting yang masih menghantui dunia politik Indonesia
Sang biduan berujar mengenai minimnya perempuan yang terjun ke politik.
Dalam sebuah diskusi publik yang diadakan baru-baru ini, Tessa menyuarakan keprihatinannya terhadap rendahnya keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu dan partai politik, yang hingga saat ini masih belum mencapai 30 persen.
Ungkap Minimnya Perempuan Terjun ke Politik
- Instagram: @yenni_khaidir
Menurut Tessa, ada beberapa alasan yang mendasari minimnya minat perempuan dalam politik. Salah satu alasannya adalah bahwa banyak partai politik masih memandang perempuan sebagai pelengkap syarat agar partai tersebut dapat lolos sebagai peserta pemilu.
"Saya lihat partai partai yang meletakkan calon-calon [caleg] di nomor tidak bagus. Rata rata bukan dinomor satu. Dia (perempuan) hanya untuk pelengkap untuk mencapai 30 persen," ujar Tessa Mariska.
Selain itu, menurut Tessa Mariska syarat-syarat materil dan formil dari partai politik juga sulit diatasi oleh kaum perempuan, terutama yang juga harus mengurus pekerjaan rumah.
Sulitnya melepaskan diri dari tugas-tugas rumah tangga dan administrasi partai membuat banyak perempuan enggan terlibat dalam politik. Tessa juga menyoroti ketakutan perempuan untuk bersaing dengan kaum lelaki, yang membuat mereka enggan memasuki arena politik.
"Karena kita meninggalkan dapur, meninggalkan rumah tangga dan meninggalkan anak untuk mengurus administrasinya susah tidak seperti laki-laki yang pergi pagi pulang malam tidak masalah," bebernya.
Tessa sangat menyesal jika kaum perempuan yang terlibat dalam politik masih sedikit, karena hal ini membuat suara dan isu-isu perempuan sulit didengar di level yang lebih tinggi, termasuk di DPR RI. Menurutnya, perempuan harus aktif di DPR RI agar suara-suara perempuan dapat terwakili dengan baik.
"Kalau kita (perempuan) tidak bergerak keterwakilan kita di DPR RI, bagaimana menyuarakan suara-suara wanita. Kita harus banyak di sana (DPR RI)," ungkapnya.
Selain minimnya keterwakilan perempuan di politik, Tessa juga mengangkat isu tentang perkembangan Pemilu. Dia menyayangkan bahwa tidak ada artis atau pekerja seni yang terlibat dalam kontestasi Capres-Cawapres di Pilpres 2024.
Padahal, menurut Tessa, banyak pekerja seni yang telah membuktikan kemampuannya dalam memimpin sebagai kepala daerah, anggota dewan, dan jabatan penting lainnya.
“Kenapa kita nggak memunculkan salah satu kalangan artis, alangkah berharapnya kita kalau 02 (Wapres)-nya artis,” pungkasnya.
Tessa Mariska mengajak semua perempuan untuk bersuara dan terlibat aktif dalam politik, membuktikan bahwa perempuan memiliki kekuatan dan keahlian yang setara dengan kaum lelaki. Dengan keterlibatan aktif, suara-suara perempuan dapat didengar dengan lebih jelas, dan isu-isu yang penting bagi perempuan dapat diperjuangkan dengan lebih efektif di dunia politik Indonesia.