Hal tersebut dipengaruhi dari banjirnya hormon-hormon di otak yang menimbulkan sensasi sehingga lepas dari realita. Yang membuat penderita DTD berubah secara perilaku, penampilan, reaksi terhadap lingkungan.
"Karena ada kata disosiatif pada DTD, intinya dia lepas dari realita yang sedang dia jalani. Seseorang yang kesurupan itu bisa jadi siapa saja, bisa jadi apa saja," sambungnya.
Soal tentang perbuahan yang terjadi pada pengidap DTD, orang tersebut akan menjadi apa atau siapa yang ada dalam bank memorinya.
"Karena ada kata disosiatif pada DTD, intinya dia lepas dari realita yang sedang dia jalani. Seseorang yang kesurupan itu bisa jadi siapa saja, bisa jadi apa saja. Yang dalam hal ini apa saja dan siapa saja itu sebenarnya sudah pernah ada di memorinya. Jadi dia tidak mungkin jadi sesuatu yang dia tidak pernah kenal di memorinya," ungkap Joice Manurung.
"Terkait apa yang pernah muncul, dan dia tidak minta, karena itu biasanya proses recalling-nya. Itu tidak dia pilih itu tidak sengaja, gitu. Ya muncul saja di otaknya, biasanya karena apa yang dia tahu," kata Joice Manurung.
Kemudian Joice Manurung menerangkan, bahwa banyak orang kesurupan yang terjadi di tempat-tempat ramai. Bahkan, menurutnya jarang sekali terjadi kesurupan terjadi saat seseorang sedang sendiri.
"Kalau kita liat lagi dari sosio kultural, unsur patologi psikologi ini umumnya penderita dtd itu ada di situasi yang banyak orang di sekitarnya. Jarang terjadi ya kalau lagi sendirian. Jadi kalau dikaitkan lagu dengan unsur psikologinya, ada dua aspek, pertama dia ingin mengalami sebuah kondisi rileks. Lalu yang ke-2 ada upaya mendapatkan atensi dari orang sekitarnya," kata Joice Manurung.