“Nah ini orkes melayu yang main di kampung ini, kalau nggak di upgrade ilang nih. Nah oleh karena itu, saya lalukan revolusi musik tahun 70,” papar Rhoma Irama.
Pelantun lagu ‘Terajana’ itu pun mencoba membuat musik dangdut yang saat itu disebut orkes melayu dengan peralatan yang mumpuni. Ia meningkatkan alat musik orkes melayu yang tadinya akustik menggunakan instrumen elektronik.
“Dari sisi equipment saya buat elektronisasi semuanya dengan kapasitas yang besar. Waktu itu Deep Purple datang dengan sound system 100 ribu watt. Nah waktu itu orkes melayu barangkali cuma 20 watt. Yang soun systemnya itu digantung di pohon rambutan pake toa gitu kan,” cerita Haji Rhoma Irama sambil tertawa.
Tidak hanya soal alat instrumen dan pendukung lainnya, mantan suami Angel Lelga itu juga melakukan upgrade dari sisi kualitas musik tersebut.
“Lalu saya revolute di sisi musiknya, jadi saya bikin sedinamis mungkin. Tujuannya untuk be equal saja untuk musik pop yang dikuasai oleh musik rock saat itu,” kata Rhoma Irama.
“Setelah ada revolusi begitu maka itu yang muncul di festival ASEAN, di Malaysia, ada satu majalah yang namanya kalau nggak salah Asia Week. Ini ketika peristiwa di Kuala Lumpur, di pesta musik Asean,” imbuhnya.
Atas apa yang telah dilakukannya, bisa dikatakan bahwa Rhoma Irama menjadi pahlawan dalam mempertahnkan eksistensi dangdut. Meskipun begitu ia tidak mau menyebut dirinya telah menyelamatkan musik dangdut. Ia hanya melakukan apa yang harus dia perbuat saat itu