Jakarta – Perseteruan Dewi Perssik dan Ketua RT di kediamannya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan nampaknya masih terus berlanjut. Konflik yang terjadi soal hewan kurban tersebut sempat menjalani mediasi namun belum bisa membuahkan hasil.
Mediasi buntu, kini Dewi Perssik bisa terancam pidana karena aksinya tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Pakar Hukum Pidana, Hery Firmansyah. Seperti apa? Simak artikelnya berikut ini!
Bisa Dipidana
- Dewi Perssik IG
Kisruh antara Dewi Perssik dan Malkan, Ketua RT setempat terkait masalah daging kurban ternyata menjadi sorotan publik. Kedua belah pihak akhirnya bertemu untuk mediasi, namun tidak ada solusi yang ditemukan untuk masalah tersebut.
Mediasi soal permasalahan tersebut pun berlangsung panas, bahkan keduanya saling berdebat dengan nada yang cukup tinggi.
Sebelumnya, Dewi Perssik sempat membuat pernyataan bahwa dirinya dimintai uang senilai Rp100 juta oleh Ketua RT, Malkan, soal polemik sapi kurban mantan istri Aldi Taher tersebut. Namun, hal tersebut langsung dibantah oleh seorang warga yang bersaksi bahwa Ketua RT tersebut tidak pernah meminta uang Rp 100 juta kepada Dewi Perssik.
Tak disangka, gegara pernyataan tersebut, Dewi Perssik rupanya bisa terancam pidana. Hal itu disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana, Hery Firmansyah. Terlebih, biduan dangdut asal Jember itu menyiarkan pernyataannya di media sosial miliknya.
"Kalau tisak ada pernyataan dan hanya klaim sepihak dan tidak dapat dibuktikan, maka orang yang dikatakan melakukan permintaan uang tidak benar, itu bisa mengajukan ke pasal pencemaran nama baik di KUHP diatur, ada penghinaan juga, ada fitnah," ungkap Hery dilansir JagoDangdut dari channel YouTube TVOne.
"Dan kalau sudah menggunakan media sosial beratti menggunakan UU ITE, pasal 27 ayat 3, ini penggunaan teknologi informasi kan ada asas berlaku, ada asas itikad baik dan kehati-hatian," terangnya.
Lebih lanjut, Herry mengingatkan untuk berhati-hati dalam bermain media sosial agar tidak langsung menyiarkan informasi yang belum jelas faktanya.
"Bahwa dalam hal menyampaikan informasi harus punya kewajiban hukum untuk memahami informasi itu benar apa tidak," jelas Herry.
"Maka harus ada bukti dan fakta pendukungnya, jangan mendengar lansung kita sampaikan ke media sosial, minimal ada saksi lah," tutup Herry.